SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI PIMPINAN CABANG IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

Kamis, 18 Agustus 2011

Pemimpin yang Gagal

DALAM panggung kehidupan yang penuh ketidakpastian, kita  kerap menyaksikan peran pemimpin di sekitar kita --baik dalam skala kecil maupun skala besar-- beralih dari satu tangan ke tangan lainnya.Adanya peralihan kepemimpinan ini pada gilirannya membuat kita bisa membandingkan model kepemimpinan yang satu dengan model kepemimpinan yang lainnya. Sekaligus memberi peluang untuk memberikan penilaian apakah seorang pemimpin itu berhasil dengan baik menjalankan roda kepemimpinannya atau justru ia telah gagal total dalam mengemban amanahnya sebagai seorang pemimpin.

Pertanyaannya, hal apa saja yang bisa membuat seorang pemimpin terperangkap ke dalam jurang kegagalan tatkala ia sedang menjalankan roda kepemimpinannya?

Ken Maupin, seorang psikoterapis, yang sering memberikan konsultasi kepada banyak pemimpin dari berbagai bidang kehidupan -- bisnis, pendidikan, agama, olahraga, sosial, politik dan ekonomi -- menyimpulkan adanya beberapa faktor yang bisa menjadi sumber pemicu kegagalan seorang pemimpin

Pertama, pengalihan fokus. Tidak jarang, setelah tongkat kepemimpinan berhasil digenggam, seorang pemimpin malah mengalihkan fokus kepemimpinannya. Padahal, fokus ini menjadi hal sangat penting bagi seorang pemimpin. Taruhlah, fokus awal seorang pemimpin pemerintahan adalah bagaimana menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Akan tetapi, yang terjadi kemudian, sang pemimpin akhirnya malah mengalihkan fokus menjadi bagaimana mempertahankan kepentingannya sendiri dan kroni-kroninya.
Di saat seorang pemimpin telah melakukan pengalihan fokus seperti ini, maka ia tidak akan mampu lagi berpikir besar dan jauh. Ia hanya akan berpikir kecil dan pendek, memikirkan halhal sempit, memikirkan kepentingan dirinya dan golongannya. Maka, adalah penting bagi seorang pemimpin untuk tetap menjaga fokus kepemimpinannya dan tidak tergoda untuk berpaling kepada kepentingan-kepentingan yang sifatnya sempit dan berjangka pendek.

Kedua, lunturnya kepercayaan. Salah satu modal berharga seorang pemimpin adalah kepercayaan. Trust, kata orang Inggris. Ketidakmampuan seorang pemimpin menjaga fokus kepemimpinannya akan melahirkan ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan ini akan membentuk tekanan oposisi kepada sang pemimpin. Orang-orang yang dahulu mungkin mendukung sang pemimpin, satu demi satu mulai berbalik haluan menjadi penentangnya. Semakin besar tekanan oposisi kepada sang pemimpin, semakin goyah kedudukannya.

Ketiga, bertambahnya risiko. Secara naluriah, pemimpin yang sedang menggenggam jabatannya kerap dihantui kegagalan ketimbang hasrat untuk mengulang sukses. Kesuksesan yang telah digenggam biasanya melahirkan bentuk tekanan psikologis kepada pemimpin: "Akankah saya bisa mempertahankan kinerja saya?" Apa yang akan saya lakukan untuk mengulang sukses?"
Kenyataannya, semakin lama seorang pemimpin menikmati kesuksesan memimpin, semakin tinggi ia menanggung risiko untuk  menghadapi kegagalan di tengah jalan. Karena itulah, mengapa lama jabatan sebagai pemimpin itu --dalam tingkatan apa pun-- sebaiknya dibatasi.

Keempat, mengabaikan integritas. Kredibilitas seorang pemimpin merupakan hasil gabungan dua aspek: kompetensi dan karakter yang dimilikinya. Ketidaksesuaian antara kompetensi dan karakter akan mencuatkan masalah integritas diri pemimpin. Padahal, prinsip paling tinggi yang harus dipegang oleh seorang pemimpin adalah integritas.
Margaret Thorsborne, penulis buku bertajuk "The Seven Heavenly Virtues of Leadership", menyebutkan integritas sebagai walking the talk, doing what was promised dan clear and uncompromised values, and clarity about what's right and wrong.
Jadi, integritas pada intinya terkait dengan sikap konsisten. Sikap konsisten ini tercermin dari adanya perbuatan yang selaras dengan perkataan. Di sisi lain, integritas terkait pula dengan ketegasan dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran.
Tatkala integritas sudah tidak dihiraukan oleh seorang pemimpin, ketika etika mulai berani dikompromikan dan ketika tujuan menjadi lebih penting daripada cara-cara memperolehnya, maka ini adalah pintu pembuka bagi kegagalan seorang pemimpin.

Alhasil, bagi seorang pemimpin, menjaga fokus kepemimpinan, menjaga kepercayaan serta menjaga integritas adalah hal yang perlu dinomorsatukan. Jika tidak, maka siap-siaplah untuk dicap sebagai seorang pemimpin yang gagal.
Wallahu a'lam. (*)
Djoko Subarto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman Kantor Kejari Dihotmix, Dinas PU Asahan Dituding Beri Gratifikasi ke Kejari