SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI PIMPINAN CABANG IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

Senin, 10 Oktober 2011

Proyek Perbaikan Jalan Lubuk Palas Diduga Asal Jadi

Proyek perbaikan jalan Dusun XIII Batu 8, Desa Lubuk Palas, Kecamatan Silou Laut, Asahan, berupa pembuatan lapisan penetrasi (lapen) sepanjang 2,6 kilometer diduga dikerjakan asal jadi. Selain itu, di beberapa titik pengerjaan diduga tidak menggunakan plingkut. Sehingga pekerjaan yang menggunakan anggaran sebesar Rp960 juta ini dikhawatirkan tidak selesai tepat waktu.
Penelusuran METRO ke lokasi proyek, Minggu (9/10), sejumlah pekerja di lokasi terlihat menyusun batu pecah ke badan jalan dan langsung menyiraminya dengan cairan ter, kemudian ditutup dengan batu split, ditimbun pasir serta digilas dengan stomwalls. Kondisi ini tentunya menimbulkan pertanyaan, sebab lazimnya, proses pembuatan lapen, sebelum dilakukan penyusunan batu, badan jalan harus disiram plingkut, sebagai cairan perekat terlebih dahulu.
“Perintah bang, kita cuma pekerja. Sebagian pake plingkut kok bang,” jawab seorang pekerja saat ditanyai METRO.
Dari data spesifikasi tekhnis proyek yang berhasil diperoleh, diduga kuat ukuran batu pecah yang digunakan juga tidak standar. Sebab, dalam spesifikasi disebutkan, ukuran batu pecah yang dipergunakan ada 2 jenis, yakni ukuran 3 X 5 centimeter, dan 2 X 3 centimeter. Namun fakta yang ada di lapangan, ukuran batu tidak seragam.
Sebab, banyak batu yang dipergunakan berukuran lebih dari yang ditentukan. Kuat dugaan, ini disengaja pihak pengusaha untuk menghemat material.
Seorang tekhnisi konstruksi jalan asal Medan, Ronald Marbun, yang kemarin ikut menemani METRO ke lokasi berpendapat, merujuk kondisi yang ada, patut dicurigai, proyek perbaikan jalan itu sarat kecurangan. Sebab, ada beberapa hal yang janggal atau yang tak lazim ditemukan pada proses pembuatan lapisan penetrasi. Salah satu di antaranya adalah penggunaan material.
Lulusan tekhnik sipil USU ini berpendapat, dibandingkan dengan standarisasi material pembuatan lapen, material yang dipergunakan dalam proyek itu dinilai jauh dari jumlah standar. Kondisi ini dapat dilihat dari bentuk susunan batu yang ada pada ruas jalan tersebut.
“Setahu saya ini tergolong standar. Jika pakai batu ukuran 3x5, dan 2x3, per meter bujur sangkar, jalan yang akan dilapen akan menghabiskan 3 kilogram batu, atau paling tidak 2,8 lah. Nah, kalau yang ini, saya yakin, jika diukur ulang pasti tidak standar,” ujarnya.
Selain itu, Ronald juga menyoal sistem kerja alat berat yang digunakan dalam perbaikan ruas jalan. Kata dia, untuk menjamin mutu pekerjaan, alat berat harus dipastikan menggilas setiap inchi lapisan penetrasi yang telah dibuat. Yang terjadi di lapangan, alat berat hanya menggilas bagian tengah, sedangkan bagian pinggiran bahu jalan rapuh dan mulai rusak.
“Ini sih namanya mau untung besar, tak peduli kualitas pekerjaan,” ujarnya kembali sembari tertawa dan menunjukkan susunan batu di bahu jalan yang telah rusak, meski proyek belum selesai.
Senada disampaikan Taufiq Rahman, rekan Ronald. Kata dia, salah satu item pekerjaan, yang diduga ‘dimainkan’ oleh pengusaha adalah penggunaan aspal curah (ter). Sambil mengkalkulasi di selembar kertas HVS, usai melihat kondisi ruas jalan sepanjang 1.400 meter, dari  total pekerjaan sepanjang 2,6 kilometer, pria ini menduga, volume aspal curah yang dipakai juga tidak sesuai.
Dia menjelaskan, untuk badan jalan sepanjang 1,5 kilometer, dibutuhkan paling sedikit 12,6 ton aspal curah, atau sebanyak 84 drum dengan berat satuan 150 kg per drum.  Sedangkan di jalan itu, kata dia, para pekerja menghabiskan tak lebih dari 20 drum aspal curah atau setara 3 ton.
“Makanya lihat saja cara menyiram ter itu. Mereka siram cuma sekali dan tipis pula. Standarnya, 1 meter bujur sangkar itu habis memakan 3 kilogram ter curah,” ujar pria yang bekerja pada salah satu perusahaan bergerak dalam bidang jalan dan jembatan ini.
Dari segi penggunaan waktu, Taufiq dan Ronald sependapat bahwa penggunaan waktu perbaikan jalan itu juga tidak efisien. Sebab, jika dihitung mulai tanggal proyek dikerjakan, yakni 27 Juni, harusnya pekerjaan itu hampir selesai. Namun nyatanya, meski pekerjaan diharuskan selesai pada 29 Oktober mendatang, pekerjaan fisik yang sudah selesai baru mencapai 1,5 kilometer, atau sekitar 65 persen.
“Bisa saja sebenarnya selesai tepat waktu. Tapi itu tadi, mutunya wnggak bisa dijaminlah,” tambahnya.
Sementara, pihak pengusaha CV Nisa, sebagai rekanan pelaksana perbaikan jalan tersebut, kemarin gagal dikonfirmasi karena tidak berada di tempat. Sejumlah pekerja yang ditanyai mengaku, pemilik perusahaan tersebut berdomisili di Sergai, dan hanya datang sesekali ke lokasi pekerjaan.
“Orang Sergai yang punya bang. Kami cuma kerja saja,” tukas seorang pekerja.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen Dinas PU Asahan, Didi kepada wartawan sebelumnya mengatakan, pihaknya turun ke lokasi untuk mengecek kondisi pekerjaan itu. Didi juga memastikan, meski ditemukan ada berbagai kekurangan, seperti ukuran batu split yang terlalu tipis, secara garis besar, proyek tersebut masih tergolong standar, alias bisa diterima.
Adapun informasi lain yang berhasil diperoleh METRO, proyek pembuatan jalan tersebut didanai dari anggaran Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Kabupaten Asahan sebesar Rp960 juta, dan pembuatannya ditanggungjawabi Dinas PU Asahan.(Ing/hez)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman Kantor Kejari Dihotmix, Dinas PU Asahan Dituding Beri Gratifikasi ke Kejari