KISARAN-METRO; Sebanyak 19 pimpinan ormas Islam di antaranya Forum Komunikasi Dai Muda Asahan, Pimpinan cabang Ikatan pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) Asahan, Gerakan Muda Mathlalul Anwar, Dewan Pimpinan cabang (DPC) Pemuda Islam, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ansor dan juga Pimpinan cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Asahan, dan FUIN , Kamis (23/9) menggelar pernyataan sikap tentang penistaan agama. Mereka juga mengancam akan membuat aksi tandingan, jika pemerintah dan aparat penegak hukum tak bisa mengatasi permasalah tersebut. Dalam pernyataan sikap ini, Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Asahan meminta Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) di daerah ini menjalankan fungsinya secara maksimal. Tujuannya, untuk menghindari disintegrasi nasional akibat pergesekan antar umat beragama. Pernyataan ini ditegaskan FUIB dalam pernyataan sikap bersama forum ini dalam menyikapi semakin meningkatnya pergesekan antar umat beragama yang terjadi di daerah ini. Dalam konfrensi persnya, di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asahan, Kamis (22/9), FUIB menilai, ancaman disintergrasi nasional akibat pergesekan antar umat beragama tersebut semakin meningkat yang dibuktikan dari terjadinya sejumlah kasus pergesekan antar umat beragama di daerah ini. "Kami mencatat sudah terdapat beberapa kasus pergesekan antar umat beragama di daerah ini yang bisa menyulut kerusuhan yang merupakan ancaman bagi disintegrasi nasional," ujar Ketua Forum Komunikasi da’I Muda, Asahan, Raja Dedi Hermansyah sebagai juru bicara forum ini dalam jumpa pers yang mereka gelar. Sejumlah kasus tersebut di antaranya adalah pelemparan musholla di Desa Gajah Sakti, Kecamatan Bandar Pulau saat umat Islam sedang melaksanakan taddarus, penghinaan terhadap tata cara salat tarawih oleh salah seorang warga Simpang Sibogat, Kecamatan Kota Kisaran Barat, serta berbagai kasus lainnya. Mereka menilai, kasus-kasus penghinaan agama ini terjadi disebabkan dari ketidakbecusan aparat kepoliisan dalam menindaklanjuti perkara-perkara yang berbau SARA tersebut. Padahal menurut Dedy, persoalan ini adalah masalah paling sensitif yang perlu ditangani secara serius sesuai dengan proses hukum. Karena bukan saja dapat membahayakan disintegrasi nasional, namun juga konflik berdarah di tengah masyarakat. Dalam pernyataan sikap ini, para petinggi ormas juga menyatakan sikapnya yakni mengutuk setiap penistaan dan penghinaan terhadap agama Islam yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. "Kalau memang kepolisian dan pemerintah daerah tidak punya sikap tegas dalam menyikapi setiap peristiwa penistaan dan penghinaan agama ini, maka sudah bisa dipastikan potensi konflik antar umat beragama akan semakin meningkat dan akhirnya memuncak yang dapat menyulut konflik sosial berkepanjangan dan menjadi ancaman disintegrasi," kata dia. Raja Dedi mengingatkan, pernyataan sikap bersama ini adalah sekaligus sebagai salah satu bentuk aspirasi dari umat Islam. Karena itu, paparnya, pemerintah daerah dan seluruh aparat yang terkait segera menyikapi dan meyusun langkah strategis agar pergsesekan-pergesekan antar umat beragama yang biasanya dipicu dari perbuatan penistaan dan penghinaan terhadap agama ini tidak terjadi. "Kita hanya mengingatkan bahwa kita juga bisa membuat aksi tandingan, jauh jika masalah ini tidak bisa dijalankan oleh pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya," kata dia. Hal yang senada juga diungkapkan ulama senior Asahan, Nahruddin Faqih. Pimpinan dari ormas Islam Mathla’ul Anwar ini menilai pemerintah daerah dan instansi terkait perlu menyikapi ini. Selain itu dia juga menilai peran serta pers sebagai alat komunikasi massa sangat besar dalam menyadarkan masyarakat tentang hidup beragama. Namun dia menyesalkan dalam pemberitaan kasus-kasus pergesekan antar umat beragama di sejumlah media massa yang terjadi di daerah ini menurut dia masih tidak berimbang dan berat sebelah. "Media dalam memberitakan sejumlah kasus penistaan dan penghinaan agama yang terjadi di daerah ini masih belum berimbang dan berat sebelah," |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar