SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI PIMPINAN CABANG IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

Minggu, 30 Januari 2011

Kadishut Asahan Bela Perambah

Senin, 31 Januari 2011 KISARAN-METRO; Polres Asahan telah menetapkan Sukarjo alia A Yok (61) warga Kota Tanjung Balai sebagai tersangka kasus perambahan hutan lindung di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjung Balai dan Desa Sei Tempurung Kecamatan Sei Kepayang. Namun Kadishut membela A Yok dan mengatakan Ayok tidak ada melakukan perambahan.


Dalam penetapan A Yok sebagai tersangka, saat ini pihak Polres Asahan sedang melengkapi berkasnya untuk P-21. Karena Kejaksaan Negeri Tanjung Balai menyebut berkas A Yok masih P-19.
Namun Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishut), Ir P Sihombing mengatakan, yang dirambah A Yok tidak termasuk dalam kawasan hutan lindung. Sihombing yang didampingi Kasi Penggunaan Kawasan Hutan, Taufik R menyebutkan, pasca pemekaran berdasarkan SK Menteri Kehutanan  No.44/2005, di Asahan didapati hutan Mangrove (hutan bakau) seluas 11.078,52 Ha dengan rincian 7477,04 HA Hutan Lindung Pantai (HLP) dan 3601,48 Hutan Produksi Pantai (HPT).
“Pengukuran kawasan hutan dari pinggir pantai untuk HLP berjarak 200 M dengan perhitungan 130 X sekali pasang dan sedangkan untuk HPT 0 Meter dari pinggir garis pantai,” ujarnya.
Namun untuk HPT yang dipermasalahkan dan disebut dirambah A Yok setelah dilakukan pengecekan ke lapangan, didapati kawasan pemukiman permanen di dua desa yaitu Desa Sei Tempurung dan Desa Sei Sembilang yang sudah cukup lama. Karena di kawasan tersebut ditemukan tanaman kelapa berusia 45 tahun.
Kalau yang menjadi dasar SK Menteri Kehutanan No.44,  kawasan itu masuk hutan bakau lindung, akan tetapi berdasarkan tata guna hutan kesepakatan (TGHK) 1982 tidak masuk kawasan hutan lindung.
“TGHK ini dikuatkan dengan UU No 41 pasal 14,BIPHUT Pematangsiantar dan Permenhut Nomor P.50/2009 pasal 2 ayat 2 yang menjelaskan kawasan hutan yang telah ditata batas sebelum SK Menhut No 44/2005 maka status tanah yang berada di luar tata batas adalah Areal Penggunaan lain (APL), jadi bukan kawasan hutan lindung dan sudah diusahai,” terangnya.
Ditambahkannya, saat dilakukan rekonstruksi (perbaikan) oleh Balai Pengukur dan Perpetaan Kehutanan Wilayah I, tidak ada perobahan luas areal pengunaan lain yang saat ini disorot dan diributkan mahasiswa.
Data yang diterima dari A Yok lanjut dia, merupakan lahan yang saat ini dikelolanya  menjadi kawasan perkebunan sawit yang dibeli dari salah seorang pimilik PT dan telah dinotariskan sebagai amanah notaries No.32/99, oleh salah seorang notaris di Kisaran.
”Mungkin  saja A Yok saat ini memperluas wilayah lahannya melewati tapal batas tata batas hutan, namun seluas 400 hektar lahan yang saat ini dijadikan sebagai perkebunan sawit masih berada dalam areal  APL,” sebutnya.
Pernyataan Kadishut ini membuat banyak yang tersentak dan termasuk saksi pelapor Aditia Prahmana dari Lingkar Study Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) dan begitu juga Lingkar Mahasiswa Asahan (LiMA) dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Asahan.
Menurut mahasiswa, selain lahan kebun sawit di Desa Tempurung juga dilakukan perambahan yang diduga kuat di luar areal yang 400 hektar.
“Saya menduga adanya peramainan terselubung terkait masalah ini. Maka pernyataan Kadishut ini tidak bisa diterima begitu saja,” ucap Aditia.
Menurut Aditia, LS-ADI, LiMA dan IPNU telah sepakat akan terus menelusuri kasus ini.
Berangkat ke Mabes Polri
LiMA dan IPNU telah berencana berangkak ke Mabes Polri dan Kementerian Kehutan RI serta DPR RI membawa kasus perambahan hutan di Asahan dan terlebih kasus perambahan hutan di Desa Sei Tempurung dan Bagan Asahan.
Hal itu dilakukan karena hingga saat ini apa yang mereka sampaikan di Mapoldasu saat berunjuk rasa seakan tidak ditanggapi ”Maka kita akan bergerak menuju Jakarta menjumpai instansi yang lebih tinggi untuk melaporkan persoalan yang ada,” ungkap Husni Mustofa. (van)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman Kantor Kejari Dihotmix, Dinas PU Asahan Dituding Beri Gratifikasi ke Kejari