KISARAN– Kemiskinan menjadi pekerjaan besar Pemkab Asahan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Asahan menyebutkan sekitar 76.300 jiwa dari sebesar 668.272 jiwa (11,43%) hidup dibawah garis kemiskinan. Kondisi berimbas pada asupan gizi warga.
Kepala BPS Asahan Dwi Pranoto mengatakan, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pihaknya, untuk Asahan telah ditetapkan batas garis kemiskinan adalah dengan tingkat asupan kalori sebesar 2100/ kkal/perkapita/bulan.Atau dengan kata lain dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp224. 417 per kapita per bulan. Namun berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010, terdapat 76.300 jiwa penduduk di daerah ini yang hidup dibawah garis kemiskinan.
“Jadi dengan data hasil survei ini maka bisa diperhitungkan dengan tingkat jumlah pengeluaran sebesar Rp224.217 per bulan/perkapita,maka bisa diprediksi masih cukup banyak warga di kabupaten ini yang makan hanya satu kali atau pun dua kali dalam per hari,”ujarnya. Menurut dia masih tingginya angka kemiskinan ini karena gagalnya pemerintah dalam mendorong proses percepatan pembangunan untuk mengurangi angka kemiskinan. Tegasnya, Pemkab Asahan masih belum bisa menentukan sektor potensial yang harus digarap secara maksimal yang menjadi arah pembangunan.
Dalam satu dekade terakhir hingga saat ini, BPS belum melihat ada satu sektor pun yang digarap secara maksimal oleh Pemkab Asahan. Sehingga BPS melihat arah pembangunan Asahan masih mengambang dan belum memiliki arah tujuan yang jelas. “Semuanya memang ditangani dan mendapat perhatian, tapi belum ada yang ditangani dan digarap secara maksimal,” papar Dwi. Terkait dengan kondisi ini, Dwi pesimis Asahan tidak akan mampu keluar dari masalah kemiskinan dalam lima tahun mendatang.
Bahkan dia memprediksi jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan akan bertambah di tahun mendatang, mengingat situasi ekonomi saat ini dengan tingkat inflasi terjadi yang masih cukup tinggi. “Bagaimana pemerintah daerah bisa mengurangi angka kemiskinan jika pemerintah daerah sendiri belum bisa memberikan kepastian kepada masyarakat sector apa yang potensial yang harus digarap oleh masyarakat,”ujarnya. Penilaian yang sama juga diberikan oleh kalangan akademisi.
Pembantu Rektor (Purek) III Universitas Asahan,Anshoruddin Harahap juga melihat persoalan kemiskinan ini karena masih gagalnya Pemkab Asahan menggarap sektor potensial.“Saya setuju pendapat ini,”kata dia. Secara konseptual, diatas kertas, Pemkab Asahan memang telah menentukan arah pembangunan.Tetapi dalam tataran pelaksanaan sektorsektor pilihan itu hanya tinggal di atas kertas, tidak ada penggarapan yang dilakukan secara maksimal. Akhrinya ini berkaitan dengan program-program kegiatan pembangunan yang dilaksanakan secara tidak terpola.
Sebagai contoh, kegiatan program pembangunan infrastruktur misalnya.Dibidang ini dia melihat program kegiatan pembangunan hanya lebih mengarah kepada pesanan-pesanan kepentingan dari elite politik.Banyak proyek yang dikerjakan bukan diarahkan kepada arah pembangunan sektor tertentu, tapi karena adanya kepentingan elite-elite tertentu ini.
Dalam beberapa kasus ditemukan misalnya ada pembangunan sebuah proyek pembangunan di dalam kawasan hutan dimana tidak ada kepentingan warga ataupun untuk kepentingan penggarapan sektor tertentu dalam pembangunan proyek tersebut. edy gunawan hasby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar