Mengapa Malaysia Menginjak Indonesia
Indonesia dan Malaysia adaah dua negara yang tidak akan pernah terbebas dari konflik. Dari zaman Soekarno hingga sekarang dua negara ini tidak pernah berheti berkonflik. Gesekan-gesekan dan saing klaim adalah hal yang bisa dianggap wajar. Sipadan-Ligitn, Ambalat, Reog, dan kasus penangkapan tiga petugas perairan Indoesia baru-baru ini adaah kasus-kasus nyata yang menunjukkan bagaimana seringnya kedua negara ini berkonfik.
Indonesia dan Malaysia adaah dua negara yang tidak akan pernah terbebas dari konflik. Dari zaman Soekarno hingga sekarang dua negara ini tidak pernah berheti berkonflik. Gesekan-gesekan dan saing klaim adalah hal yang bisa dianggap wajar. Sipadan-Ligitn, Ambalat, Reog, dan kasus penangkapan tiga petugas perairan Indoesia baru-baru ini adaah kasus-kasus nyata yang menunjukkan bagaimana seringnya kedua negara ini berkonfik.
Indonesia merdeka tahun 1945 dan Maasia pada tahun 1957. Menilik dari sudut umur, Indonesia lebih tua daripada Malaysia. Namun sayangnya, mengapa Indonesia seperti terlihat lebih sering tidak bisa apa-apa dibandingkan dengan Malaysia?
Selanjutnya, perjuangan yang didapatkan oleh Indonesia juga lebih bertumpah darah dibandingkan dengan Malaysia. Indonesia memperoleh kemerdekaan berkat darah dan keringat, sementara Malaysia memperolehnya secara cuma-cuma dari Inggris saat mereka masih dijajah. Namun, megapa kita seringkali dianggap lebih tidak memiliki apa-apa dibandingan dengan Malaysia?
Penghargaan
Dampak dari kejadian terseut adalah aktivis di Indonesia yag geram dan menyalahkan Malaysia atas kejadian ini, bahkan hingga melemparan feses di Kedutaan Besar Malaysia. Secara subjektif, insiden ini mungkin tidak salah. Inilah sebuah ungkapa kegeraman atas sewenang-wenangnya pihak Malaysia kepada Indonesia. Namun, apakah hanya sebatas itu? Sebatas kita menyalahkan Malaysia tanpa adanya sebuah introspeksi diri?
Satu hal yang belum pernah Indonesia lakukan untuk dirinya sendiri adalah melakukan introspeksi diri. Apa yang sudah kita lakukan? Mengapa bisa kita diijak-injak seperti demikian?
Kita terlalu sering menyalahkan Malaysia dan kemudian menjadi lupa untuk melakukan pedalaman terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, hal yang perlu kita lakukan adalah melihat secara jelas dari kacamata Indonesia sendiri tentang yang sudah kita lakukan.
Berbicara tentang perbatasan, seberapa besar pemerintah Indonesia peduli dengan hal tersebut? Berapa besar anggaran pertahanan-keamanan yang dialokasikan untuk hal tersebut? Sebagai sebuah negara maritim yang sangat rentan dengan berbagai pencurian ikan dan klaim wilayah dengan negara lain di perbatasan, anggaran yang dikucurkan harus lebih dari cukup. Angkatan perang untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia harus diperbanyak, terutama untuk di daerah perbatasan.
Bukan hanya di lautan, nemaun juga di daratan. Degungan tentang kayu-kayu hutan Indonesia yang dicuri oleh Malaysia untuk diolah disana seharusnya ditanggapi dengan menambhkan personel untuk menjaga daerah tersebut. Penambahan personel ini tentu saja juga harus diimbangi dengan meningkatkan kesejahteraan mereka karena menjga daerah perbatasa bukalah sebuah hal yang mudah.
Selain itu, untuk permasalahan budaya, apakah memang Indonesia sudah benar-benar menghargainya? Pelestarian budaya harus dilakukan terus-menerus dan ditunjukkan pada kancah dunia bahwa itu adalah miliki Indonesia.
Budaya Indonesia tidak hanya berhenti sebatas pada batik. Memang baru batik yang diakui oleh UNESCO, namun yang Indonesia bukanlah sekedar pengakuan dari badan dunia, namun bagaimana budaya tersebut bisa diturunkan dan dilestarikan sehingga tanpa pengakuan dari UNESCO pun masyarakat dunia sudah mengakuinya.
Namun sayangnya realitas di Indonesia adalah kebalikan dari semua hal di atas. Dana sebesar 1,6 triliun itu lebih baik dihabiskan untuk pembangunan sebuah gedung baru untuk mereka yang bukan merupakan pegawai kantora biasa, namun disebut “wakil rakyat.” Pemerintah lebih suka untuk menghabiskan dananya untuk membeli mobil-mobil mewah dan fasilitas lengkap untuk para pejabatnya. Remunerasi pun tidak menjanjikan apa-apa kecuali hasrat untuk semakin menimbun uang rakyat dalam kantong pribadi.
Lalu, bagaimana mungkin Indonesia tidak diijak-injak? Pemerintah seharusnya sadar bahwa Indonesia diinjak-ijak bukan karena Indonesia itu adalah sebuah negara kecil yang tidak berdaya. Hal ini lebih karena Indonesia adalah sebuah negara yang tidak memiliki peghargaan terhadap dirinya sendiri, kepada pemilik Indonesia ini, yakni penduduk Indonesia. Pragmatis dan oportunis adalah ciri nyata pejabat yang dekaden dan itu nyata dalam pemerintah Indonesia sekarang.
Jika saja pemerintah Indonesia mau untuk mengalokasikan anggarannya lebih besar untuk hal-hal diatas, bukankah Malaysia atau negara lain tidak akan berani melakukan klaim dan sebagainya? Namun sayang, dana itu lebih baik dipergunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan itulah pemerintahan Indonesia sekarang.
Kita sudah melihat keyataan dan jika pemerintah tidak mau berubah, jangan harap kita bisa lepas dari segala konflik dan klaim yag dilakukan oleh Malaysia dan juga negara-negara lainnya. Ini adalah momentum untuk sadar bahwa kepedulian Indonesia kepada dirinya sendiri masih sangat minim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar