SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI PIMPINAN CABANG IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA

Minggu, 20 November 2011

290 Warga Asahan Masih Menulis di Atas Air

Inilah salah satu potret buram wajah Asahan. Ternyata masih banyak warga di daerah ini yang buta aksara. Ironinya,mereka tak tersentuh oleh pemerintah daerah. Pepatah belajar dihari tua bagai menulis di atas air dan belajar di waktu kecil bagai melukis di atas batu,ternyata tak selamanya berlaku.

Setidaknya ini ditunjukkan oleh Sariani,50. Warga Desa Pulo Bandring,Kecamatan Pulo Bandring ini tersenyum puas,kemarin ketika berhasil membaca sebaris kata yang telah diejanya. “Ke-tu-pat,” ujarnya,ketika saat diuji. Perempuan yang telah bercucu ini baru saja pulang dari gedung “sekolahnya”,di Balai Desa Pulo Bandring, yang dijadikan salah satu tempat pelatihan program keaksaraan dasar,yang digelar oleh Akademi Manajemen Informatika Komputer (AMIK) Intel.Com,sebuah perguruan tinggi swasta di Kisaran,Asahan.

Dengan meninteng sebuah tas kresek plastik berisi sebuah buku tulis tipis dan pensil, perempuan setengah tua ini baru saja melangkah keluar dari gedung sekolahnya itu. Sariani mengaku senang sekali,karena kini telah bisa membaca meskipun harus masih mengeja terbata-bata. Akan tetapi jika dinilai dari umurnya yang sudah setengah abad itu,boleh dibilang dia termasuk murid berotak encer.

Bayangkan,meski hanya baru memasuki hari kelima belajar dia sudah bisa membaca. “Sekarang saya sudah enggak takut lagi kalau ditanya cucu,”ungkap dia tersenyum. Tak segan-segan Sariani mengaku sering malu kalau ditanya cucunya yang masih duduk di kelas satu sekolah dasar tentang salah satu huruf yang kebetulan belum dikenal cucunya.Dengan berdalih mata yang sudah kabur ,dia sering meminta cucunya untuk bertanya langsung dengan ibunya sendiri.

Sariani mengaku dari dulu sebenarnya sudah ingin belajar membaca.Tapi karena tak tahu harus belajar ke mana,dan tak ada kesempatan “Soalnya meskipun ada yang bisa mengajari kalau harus bayar ya saya tak sanggup,” ungkap dia. Perempuan ini pun kemudian menuturkan sekilas perjalanan hidupnya ketika masih kecil.Faktor kemiskinan,yang membelit kehidupan keluarganya menjadi alasan yang membuatnya hingga setua ini tak bisa baca tulis.

Meski sempat sekolah,tapi dia terburu berhenti sebelum dia sempat mengenal huruf. “Saya dulu memang pernah sekolah,tapi hanya sampai kelas satu,eh setengah satulah ,karena saya berhenti ditengah jalan,” ujarnya berkelakar. Tentu saja tak hanya Sariani sebagai murid di sekolah keaksaraan dasar,ini. Ada ratusan warga lainnya yang senasib dengannya saat ini sedang mengikuti program tersebut.

Salah satu di antaranya lagi adalah Wagiyem,69.Berbeda dengan Sariani,wanita berumur lanjut ini sedikit sulit mengenal huruf. Masalahnya karena terganjal faktor komunikasi, ditambah lagi faktor usianya yang telah lanjut secara psikologis telah mengalami penurunan daya intelegensi. Wagiyem lebih fasih berbahasa Jawa dari pada berbahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena sejak kecil di lingkungan tempat tinggalnya lebih akrab dengan bahasa daerah tersebut.

“Makanya kita menargetkan program ini selama tiga bulan,”ujar Ketua Yayasan Keluarga Sejahtera (YKS),Syamsuddin Lubis. Syamsuddin mengatakan, program keaksaraan dasar yang merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat dari Amik Intel. Com yang digelar bekerja sama dengan YKS itu diikuti oleh 290 peserta.Digelar di dua kecamatan sekaligus.

Yakni Kecamatan Kota Kisaran Barat sebanyak 110 peserta dan Pulo Bandiring sebanyak 180 peserta. Dari 290 peserta ini mayoritas diantaranya merupakan warga yang telah berusia lanjut.Sebab itu, ungkap Syamsuddin,faktor mayoritas usia merupakan salah satu kendala yang harus mereka hadapi. Salah satu strategi yang mereka terapkan adalah menggunakan bahasa ibu dikombinasi dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar.

Dengan metode ini, program keaksaraan itu bisa berlangsung secara efektif dan komunikatif.Meski baru akan berjalan sepekan, hasilnya,sudah signifikan. Sudah banyak yang kenal huruf,meski banyak diantaranya yang belum bisa mengeja. Sementara itu,menyikapi persoalan ini,pengamat pendidikan ,Mapilindo menilai,masih belum bebasnya Asahan dari buta aksara karena ketidakseriusan Dinas Pendidikan Pemkab Asahan.

Seharusnya mereka menggarap persoalan ini secara serius.”Bagaimana SDM generasi muda mau baik dan berkualitas jika masih banyak orang tuanya tak mengenal huruf, ”ujarnya. Menurut dia proses pendidikan dalam usaha untuk menciptakan manusiamanusia handal di mulai dari keluarga.Jika keluarga tidak berkualitas akan pasti berimbas kepada generasi berikutnya.

Padahal pemerintah daerah berharap orang tua dan keluarga berperan aktif dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Menyangkut penyebab masih banyaknya warga Asahan yang buta aksara, Mapilindo menilai karena kegagalan pemerintah daerah sebelumnya dalam membangun pendidikan. Tetapi kegagalan ini enggan diperbaiki oleh pemerintah daerah selanjutnya. “Ini harus dievaluasi oleh bupati. Terutama kinerja kepala dinasnya,”jawab dia. (*)

EDY GUNAWAN HASBY
Asahan        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman Kantor Kejari Dihotmix, Dinas PU Asahan Dituding Beri Gratifikasi ke Kejari